Beasiswa merupakan salah satu daya tarik tersendiri dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Belakangan ini banyak sekali penawaran program-program beasiswa, baik di tingkat Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Bahkan, perusahaan-perusahan mulai menawarkan beasiswa. Pemerintah mengeluarkan dana untuk menyekolahkan sebagai bagian dari investasi membangun kesejahteraan bangsa melalui pendidikan semata-mata untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik, menyetarakan ketimpangan sosial, dan mampu berdaya saing yang sampai saat ini menjadi tugas besar pemerintah. Jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak menempuh pendidikan dengan alasan finansial. Pemerintah saat ini sudah membuka peluang besar dengan mengeluarkan dana pendidikan. Melihat perkembangan zaman yang semakin banyak tantangan dan anak bangsa perlu diselamatkan melalui pendidikan.
Tentu semua ini, bagi seluruh elemen mahasiswa yang khusus memiliki tingkat intelektualitas di atas rata-rata, kreativitas, dan integritas. Memasuki tahun ajaran baru seluruh perguruan tinggi, baik PTN maupun PTS sudah mengakomodasi kebutuhan mahasiswa. Termasuk beasiswa kerja sama dengan pemerintah daerah maupun pusat, seperti Penerima Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) dari Kementerian Agama, Beasiswa Unggulan (BU) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Zakat Nasional (Baznas) dan beasiswa-beasiswa yang lain. Ini merupakan salah satu momen di mana calon mahasiswa mengabdikan diri kepada bangsa melalui pendidikan.
Beasiswa seharusnya membuat mahasiswa lebih cerdas, kreatif, dan inovatif. Sebab beasiswa merupakan amanah yang harus dijaga, dirawat dan dikembangkan. Tidak hanya sekedar Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mencapai target dan lulus tepat waktu. Sebab sekarang banyak mahasiswa IPK tinggi tapi tidak punya persembahan khusus untuk bangsa ini alias kosong karya.
Saya pribadi adalah penerima beasiswa, tentu ini bukan lagi sebuah kebanggaan ataupun kesenangan semata. Maka dari itu, tidak perlu kita merasa hebat karena mendapatkan beasiswa. Sebab hebat atau tidak itu bukan dari apa yang meraka dapatkan, tapi dari apa yang mereka berikan, khususnya untuk bangsa ini. Namun yang terpenting adalah selaku mahasiswa atau calon mahasiswa harus memiliki gairah keilmuan yang disertai dengan keikhlasan.
Beasiswa menjadi ajang kompetisi dalam rangka memperebutkan kedudukan pendidikan yang nyaman, berlomba-lomba dari Sabang sampai Merauke. Ini merupakan ajang yang sangat bergengsi, tentu banyak yang sangat apresiatif terhadap kompetesi ini. Nah, tinggal kita mau apa tidak dengan semua ini dan kadang-kadang menjadi problem yang bisa membuat inferior. Akhirnya tidak mau bergerak dan bertahan dalam kebodohan.
Saya tidak pernah membatasi siapapun untuk mencari beasiswa. Silakan cari ke penjuru dunia pun diperbolehkan seperti beasiswa ke luar negeri. Dalam mencari ilmu, tidak ada seseorang pun yang membatasi gerak ruang lingkupnya. Maka dari itu saya mengutip beberapa dalil ulama salaf yang masih sangat relevan dengan perkembangan zaman. Menerima beasiswa (pemberian, hibah atau hadiah) dari non muslim hukumnya boleh, lihat Ihkamul al-Ahkam 4/238 :
و ىدت احاديث تدل على جواز قبول هدايا الكفار و الاهداء لهم اهدى كسرى لرسول الله فقبل عنه و اهدى له قيصر فقبل و اهدت له الملوك فقبل منها
Telah diterangkan dalam hadist atas, diperbolehkannya menerima hadiah dari orang kafir dan memberikan kepadanya. Kaisar pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah dan beliau menerimanya. Kemudian sebelumnya kaisar juga pernah memberi hadiah kepada nabi dan beliau menerimanya. Begitu juga raja lain, banyak yang memberikan hadiah kepada beliau dan beliau juga menerimanya.
كتاب الهبة . فتح الباري ٤/٤١٠
قوله : ( باب الشراء والبيع مع المشركين وأهل الحرب ) قال ابن بطال : معاملة الكفار جائزة ، [ ص: 479 ] إلا بيع ما يستعين به أهل الحرب على المسلمين . واختلف العلماء في مبايعة من غالب ماله الحرام ، وحجة من رخص فيه قوله – صلى الله عليه وسلم – للمشرك : ” أبيعا أم هبة ” ؟ وفيه جواز بيع الكافر وإثبات ملكه على ما في يده ، وجواز قبول الهدية منه ، وسيأتي حكم هدية المشركين في
Bab membeli dan menjual kepada orang musyrik (kafir) dan ahli perang (kafir harbi). Ibnu Bathl pernah mengatakan, melakukan transaksi dengan non muslim hukumnya boleh. Terkecuali di dalam jual beli yang mendukung terhadap kejayaan kafir harbi dan melemahkan kaum muslim seperti menjual pedang untuk perang kepada kafir harbi. Adapun hukum bertransaksi dengan orang yang kebanyakan hartanya terdiri dari harta haram maka ulama’ berbeda pendapat. Langsung saja ke poin utamanya:
(وجواز قبول الهدية منه)
Dan boleh menerima hadiah dari non muslim.
عن ابي هريرة رضى الله عنه، قال، كان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال، اذا أتى بطعام سأل عنه، اهدية ام صدقة فاء قيل صدقة، قال لأصحابه، كلوا ولم يأكل وان قيل هدية ضرب بيده صلى الله عليه وسلم فأكل معهم
( (رواه البخارى
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, apabila diberi makanan, beliau bertanya, apakah makanan ini hadiah atau sedekah, jika dijawab sedekah, beliau bersabda kepada para sahabatnya, makanlah oleh kalian, sedangkan beliau tidak memakannya, akan tetapi apabila dijawab hadiah, maka beliau mengambil dengan tangannya, lalu makan bersama mereka. (HR. Bukhori).
عن علي قال، ان كسرى اهدى الى رسول الله صلى الله عليه وسلم هدية منه وان الملوك اهدوا اليه.
( (رواه الترميذي
Dari Ali, ia berkata, sesungguhnya kaisar memberi hadiah kepada Rasulullah SAW dan raja-raja lain juga memberi hadiah kepada beliau dan beliau menerima hadiah dari mereka tersebut. (HR. Tirmidzi)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa, beasiswa tidak hanya bisa didapat dari kalangan agama tertentu, apalagi kelompok tertentu, karena cita-cita utama adalah mencerdaskan kehidupan bangsa bukan mencerdaskan orang tertentu. Lain halnya nanti ketika pendistribusian beasiswa itu tidak sesuai dengan anggaran dan aturan, maka ada pihak tertentu yang akan menindak lanjuti. Beasiswa yang ada di luar negeri seperti Harvard University America, University of Malaya, vrije universiteit, Amsterdam, Waginengen University and Researrch (WUR) Netherlands. Kita tidak tidak tahu dari mana dan bagaimna pendistribusiannya, tentu untuk kalangan remaja, apalagi santri yang masih pemikirannya korsevatif akan berasumsi bahwa akan lebih berbahaya kepada sikap dan perilaku kita kedepannya dengan tunjangan beasiswa yang tidak jelas pendistribusiannya, halal atau haram?
Saya prihatin dengan asumsi-asumsi semacam itu. Bagaimana tidak, pendidikan yang seharusnya dimaknai sebagai pendongkrak kebodohan dan pemutus rantai kejahilan, malah ditakuti dengan hal-hal yang tidak jelas. Saya mengakui bahwa pergaulan bebas memang sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, namun hal itu tidak menutup kemungkinan juga bisa terjadi di negara kita ini. Jadi, kita ini harus punya komitmen dari awal dan harus bisa menjaga komitmen itu, niatkan semata-mata mencari ilmu Allah, dan tidak yang lain.
Dengan kesadaran bahwa menuntut ilmu itu bukan hanya sekedar mendapatkan ilmu secara kognitif (academic skill). Lebih dari itu, kita menginginkan ilmu dan keterampilan bersifat afektif dan psikomotorik, misalnya critical thinking, problem solving, communication, collaboration dan creativity/invention yang justru sangat dibutuhkan dalam persaingan global.
Jadi, sudah saatnya kita mengubah cara pandang bahwa kuliah di manapun, baik dalam negeri maupun luar negeri hanyalah suatu kemewahan demi gengsi semata. Seharusnya kita memerlukan percepatan di bidang pendidikan untuk bisa mengimbangi percepatan perubahan di dunia.
Saya akan mengutip paparan Ainun Naim, Sekretaris Jenderal Kemristekdikti dalam pidatonya ketika mengadakan lokakarya di Yogyakarta, “Marilah kita maknai sekolah di dalam negeri atau ke luar negeri dengan baik, dengan beban yang menguatkan langkah kita. Ingatlah nenek moyang kita adalah para penemu, para pengarung samudera, dan para saintis. Jadikan itu kebanggaan, berjalanlah dengan kepala tegak, berangkatlah dengan penuh penasaran. Jadikan jengkal pengetahuan menjadi rimba penemuan. Marilah kita kembalikan kemasyhuran bangsa Indonesia.”