PPMI KOTA MALANG MENGECAM KERAS TINDAKAN PEMBUBARAN AKSI KAMISAN MALANG
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998, menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang termuat dalam UU Nomor 12 Tahun 2005. Dalam UU tersebut juga disebutkan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Aksi Kamisan merupakan agenda penyampaian pendapat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Malang rutin setiap kamis sore di depan Balai Kota Malang. Selama dua tahun ini tidak pernah menimbulkan kerusuhan atau mengganggu keadaan lalu lintas, karena aksi kamisan merupakan aksi damai. Koordinasi antara pihak kepolisian dan Komite Aksi Kamisan Malang selalu berjalan dengan baik dan mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Namun, kamis kemarin (27/9), massa Aksi Kamisan di bubarkan oleh organisasi masyarakat (ormas) reaksioner.
Berdasarkan kronologi tertulis yang disusun oleh Komite Aksi Kamisan Malang pasca dibubarkannya aksi, pada Kamis Komite Aksi Kamisan Malang melakukan aksi di depan Balai Kota Malang dengan mengangkat isu “Hentikan Hoax 65”. Pukul 16.30 sekitar delapan orang tiba di depan Balai Kota, rupanya disana juga sudah terdapat sekitar dua puluh orang ormas reaksioner yang diketahui dari berbagai elemen, dua diantaranya adalah Haris Budi Kuncahyo selaku koordinator Solid NKRI dan Gus Yusuf sebagai pengurus Idarah Thariqah al-Mu’tabarah serta terdapat sekitar tiga puluhan polisi yang menunggu.
Lima menit kamudian Komite Aksi Kamisan Malang memulai aksi di tempat biasanya. Namun ketika para massa aksi kamisan membuka poster dan payung mereka, ormas reaksioner tersebut langsung menghampiri mereka dan bertanya maksud dari aksi ini. Mereka kemudian menyebut massa aksi kamisan sebagai orang-orang komunis dan separatis.
Alasan ormas membubarkan karena tema yang diangkat berkaitan dengan isu kemerdekaan papua. Padahal dengan jelas aksi kamisan dalam press release-nya yang sebelum aksi sudah tersebar, tema yang diusung adalah berkaitan dengan peristiwa 65’ yang dijadikan komoditas partai politik untuk mendulang poluparitas menuju agenda pemilihan presiden (pilpres) pada tahun 2019 mendatang. Dan massa menyatakan menolak agenda politik tersebut karena politisasi sejarah yang terjadi pada tahun 1965 silam, menurut massa aksi adalah hoaks. Isu PKI sebagai pemberontak negara yang belum jelas duduk perkaranya dijadikan alat legitimasi para pelaku politik praktis untuk memecah belah rakyat dan mencari massa pendukung untuk pilpres.
Ormas reaksioner itu juga menanyakan perihal surat izin. Menurut pengurus administrasi Komite Aksi Kamisan, mereka sudah mengantarkan surat pemberitahuan tapi pihak kepolisian justru tidak menerimanya. Aksi Kamisan tersebut kemudian dibubarkan paksa dengan berbagai intimidasi dan ancaman oleh pihak ormas tersebut. Pihak rombongan aksi sempat menolak membubarkan diri, karena memanggap ormas tidak memiliki wewenang untuk menindak para demonstran. Diantara kedua pihak sempat terjadi adu mulut. Tidak ada bentrokan fisik, hanya sedikit terjadi saling dorong antar kedua belah pihak.
Di sisi lain dalam video yang viral di berbagai media sosial menunjukkan bahwa polisi terkesan membiarkan ormas untuk mengintimidasi para massa aksi. Bahkan ancaman dengan jelas keluar dari mulut ormas yang berteriak bahwa mereka tidak segan-segan akan melakukan upaya di luar ketentuan hukum untuk membubarkan massa. Seharunsya polisi bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada ke dua elemen masyarakat yang saling bertentangan. Tapi justru polisi terkesan membiarkan massa ormas untuk mengintimidasi massa aksi.
Oleh karena itu, PPMI Kota Malang, menyatakan sikap melalui press release (24/9/2018):
-
Mendukung segala bentuk aksi dalam menyatakan pendapat di muka umum sesuai undang-undang yang berlaku;
-
Mengecam keras tindakan pembubaran Aksi Kamisan Malang yang dilakukan oleh Haris Budi Kuncahyo selaku koordinator Solid NKRI dan Gus Yusuf dari Idarah Thariqah al-Mu’tabarah beserta gerombolannya;
-
Mengecam perilaku kepolisian yang tidak menunjukkan ketegasan dalam menangani kericuhan di Balai Kota yang terkesan tebang pilih;
-
Mengajak seluruh elemen pro demokrasi dan HAM, baik itu serikat buruh, organisasi tani, organisasi mahasiswa, lembaga pers mahasiswa, lembaga bantuan hukum, komunitas-komunitas, dan sebagainya untuk berkonsolidasi bersama dan bersatu melawan pemberangusan demokrasi dan persekusi terhadap rakyat.
Kesepakatan Lembaga Pers Mahasiswa:
1. LPM Fenomena, Universitas Islam Malang
2.LPM Mei, Universitas Islam Malang
3. LPM Radix, Universitas Islam Malang
4. LPM Aqua, Universitas Brawijaya
5. Hmjf, Universitas Kanjuruhan Malang
6. LPM ManifesT, Universitas Brawijaya
7. LPM Siar, Universitas Negeri Malang
8. LPM Canopy, Universitas Brawijaya
9. LPM Techno, Universitas Brawijaya
10. LPM Perspektif, Universitas Brawijaya
11. LPM Kavling10, Universitas Brawijaya
12. LPM Solid, Universitas Negeri Brawijaya
13. LPM Dianns, Universitas Brawijaya
14. LPM Kompen Politeknik Negeri Malang
Narahubung:
1. Irmaya Merdiana, Badan Pekerja Advokasi PPMI Kota Malang (081333745351)
2. Ugik Endarto, Sekjend PPMI Kota Malang (089676066685)